Yuk Foto Diri dengan Bermuhasabah

Bismillahirrahmaanirrahiim


27 Juli 2013. Seseorang mengirim sebuah pesan yang ia layangkan ke inbox facebook saya. Saya lalu menelusuri rangkaian kata yang tertera di sana dengan napas seketika sesak sambil sesekali menelan ludah. Isinya berupa curahan hati seorang lelaki menyoal wanita. Wajah saya sempurna pias ketika sampai di baris terakhir dan mendapati pertanyaan yang menghentakkan naluri saya sebagai seorang wanita yang mengaku diri muslimah. Malu? Tentu saja. Apalagi yang menyampaikan pesan tersebut adalah seseorang yang juga lelaki. Bagai kedapatan dipergoki tengah melakukan kesalahan. Saya seolah ditegur, dinasehati baik-baik olehnya. Saya tahu, lelaki itu sama sekali tidak bermaksud menyudutkan terlebih menghakimi namun pesannya jelas-jelas membuat saya tersinggung. Sangat. Saya malu, malu sekali.

~

Pernah ada seorang laki-laki curhat, Beliau GELISAH dengan kondisi "Wanita-Wanita" yang
suka menampakan foto-fotonya di FB. Terlihat begitu kecewa melihat realita yang terjadi di
kalangan kaum hawa saat ini. Dengan nada lirih, mungkin dari lubuk hatinya yang terdalam,
beliau menyampaikan "saya tidak TERTARIK dengan Wanita-wanita yang memajang fotonya di FB, harusnya mereka bisa lebih menjaga, bukan calon pasangan IDEAL karena BELUM BISA menjaga IZZAHNYA (Kehormatannya) dan membiarkan kecantikanya dinikmati oleh orang-orang yang TIDAK BERHAK"

Seorang Wanita yang menampakkan foto dirinya di internet mungkin telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur.

Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di
hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampak kan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.

Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al- Qur’an dan juga hadits, antara lain : “"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok


kepala mereka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian. (H.R Muslim no. 3971 & 5098)

Apabila seorang Wanita menampakkan gambar dirinya di internet lalu dimanakah esensi hijab sebagai al Haya’ (RASA MALU). Sebagai seorang muslimah sejati, tentulah saudariku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal yang demikian.


Padahal Rasullullah Shallallahu’alaih wa sallam bersabda yang artinya: "Sesungguhnya setiap
agama itu memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu"” sabda beliau yang lain; “"Malu adalah
bagian dari Iman dan Iman tempatnya di Surga".
Allah Azza wa Jalla juga menjadikan kewajiban berhijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan
diri dari maksiat) dalam firman-Nya; "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu , anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab: 59

Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan
jelek (dosa), karena itu “mereka tidak diganggu. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah ; karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa fitnah dan kejahatan bagi mereka. Wallahua'lam

Maka pertanyaan terakhir, Sudah siapkah anda MENEKAN DELETE BUTTON di FB anda (saudariku)? Redhakah laki-laki yang sudah
dipersiapkan Allah untuk menjadi pasangan hidupmu? karena mereka lah yang berhak terhadap kecantikan yang kamu miliki.
Ataukh lebih redha fotomu dilihat jutaan mata? Jawabnya: ITU HAK SAUDARIKU MUSLIMAH, KAMI HANYA IKUT MENYAMPAIKAN

~

Demikian isi pesan tersebut. Bagaimana tidak tersinggung bila isinya terang-terangan menyangkut kebiasaan saya selama ini yang begitu hobi memajang foto di FB? Bagaimana tidak malu bila teguran itu justru berasal dari kaum adam bukan datang dari kaum hawa? Lantas bagaimana reaksi saya setelahnya?

Diam, acuh saja, tidak peduli atau bersikap antusias menanggapi. Ah, nyatanya rasa malu dan ketersinggungan yang muncul tidak serta merta menghentikan kebiasaan saya mengunggah foto di FB. Walau hati kecil berkata iya, membenarkan pesan tersebut. Seharusnya sebagai wanita yang mengaku muslimah, saya lebih bisa menjaga izzah dan tidak menampakkan apa yang bisa menarik perhatian lelaki. Toh, kalau pun pesan tersebut tidak benar mana mungkin saya tersinggung? Bukankah orang-orang hanya akan tersinggung bila memang benar adanya demikian.

Awalnya memang saya malu dan tersinggung. Karena itu untuk beberapa saat setelah menerima pesan tersebut saya sengaja mengganti foto profil dengan foto yang bukan foto diri saya, sesaat pula saya tidak lagi mengunggah foto yang menampakkan diri saya. Namun sesaat kemudian, sehari setelahnya akal saya mulai memungkiri kata hati yang sempat terselip.

Apa salahnya menggunggah foto di FB, FB kan cuma dunia maya, apalagi foto yang saya unggah juga tidak menampakkan aurat kok?

Akhirnya saya berdalih. Mencari-cari pembenaran. Mengabaikan pesan tersebut. Layaknya nasehat yang sekejap masuk melalui telinga kanan sekejap pula keluar lewat telinga kiri. Bahkan saya hampir lupa dengan pesan tersebut hingga kini, dua tahun sudah berlalu.

Dan di sinilah saya sekarang. Setelah beberapa hari lalu sengaja mengubek-ubek pesan masuk di FB demi mencari keberadaan pesan tersebut. Bersyukur, karena pesan dari lelaki itu masih bisa saya temukan dalam keadaan utuh.

Dan di sinilah saya hari ini. Setelah berulang-ulang membaca kembali nasehat yang ditujukan pada saya (dan seyogyanya juga tertuju pada setiap wanita yang mengaku muslimah) otak saya seperti direcoki berbagai rupa pikiran perihal kebiasaan memajang foto diri di FB.

Lalu pertanyaan yang dua tahun lalu sempat terbesit tetiba menyergap...

Apa salahnya?

Dari Usmah bin Zaid radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalanku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita.” [HR. Muslim
(2740)]

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wassalam bersabda, Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah dunia dan takutlah kalian akan fitnah kaum wanita. Karena sesungguhnya fitnah pertama di kalangan Bani Isra’il adalah
dalam masalah wanita.” [HR. Muslim (2742)]

Di masa lalu, saya pernah menyalahkan lelaki menganggap mereka semua brengsek, lantas berkesimpulan bahwa tidak ada lelaki yang benar-benar baik dan begitu tulus mencintai wanita. Statmen itu sekonyong-konyong saya tumpahkan lewat tulisan karena hati yang sudah terlanjur sering kecewa dan disakiti oleh beberapa orang dari jenis mereka. Tidak semuanya memang. Tetapi ah, sama saja. Mereka kerap bilang begini; jangan samakan saya dengan yang lain, lalu apa bedanya bila akhirnya yang selalu saya temui adalah lelaki yang hanya datang menawarkan cinta dan pergi meninggalkan luka.

Dan lihatlah apa yang saya lakukan. Berkali-kali disakiti tidak membuat saya jera untuk kembali menjalin hubungan dengan lelaki lain. Berulang-ulang kecewa pun tidak menghentikan saya untuk berharap dan memintal asmara yang baru? Bukankah itu berarti saya sendiri yang membuka peluang untuk disakiti?

Seringpula saya turut melimpahkan semua kesalahan pada lelaki yang tidak mau bertanggung jawab setelah menghamili wanita yang diklaimnya sebagai kekasih. Seperti pandangan pada umumnya, mana ada wanita yang memperkosa lelaki, selama ini kan yang paling sering menjadi korban dalam kasus pemerkosaan adalah wanita. Jelas dong, lelaki yang paling patut dipersalahkan bila terjadi kasus pemerkosaan maupun married bye accident yang menimpa wanita. Dan selama itu, saya selalu lebih memihak pada wanita, walau sebenarnya di antara keduanya (terutama bagi lelaki dan wanita yang melakukan hubungan intim di luar pernikahan atas dasar suka sama suka) tidak ada yang paling patut dipersalahkan karena keduanya sama besar salahnya.

Namun sekarang, saya hendak mengemukakan pandangan berbeda. Mungkin lebih tepatnya saya tidak lagi berpihak pada wanita yang selama ini diberitakan paling banyak menjadi korban seksual laki-laki. Lewat catatan ini saya ingin menyatakan keberpihakan saya pada kaum lelaki meskipun saya sangat membenci perilaku mereka yang seenaknya merengut kehormatan wanita begitu saja.

Sungguh, wanita yang menyerahkan kehormatan dirinya pada lelaki itulah yang bodoh. SANGAT BODOH. Mana ada api kalau tidak ada asap. Mana ada semut kalau tidak ada gula. Mana ada lelaki yang berani mendekat kalau bukan karena wanita itu sendiri yang memberi peluang agar dirinya bisa didekati? Mana mungkin seorang lelaki berani menyentuh wanita kalau bukan karena wanita itu sendiri yang membiarkan dirinya untuk disentuh?

Coba deh pikirkan, mengapa gula selalu dimasukkan ke dalam sebuah toples atau tempat yang tertutup rapat? Jawabannya tentu karena gula rasanya manis dan semut selalu suka dengan yang manis-manis. Pesona manisnya gula yang begitu menggodalah yang mampu mengundang datangnya semut. Sehingga apabila penutup tempat berisikan gula dibiarkan terbuka, maka tunggulah, tidak perlu waktu lama bagi semut untuk datang mengerubungi dan mencicipi manisnya gula itu.

Jika diibaratkan; wanita adalah gula dan semut adalah lelaki. Maka seperti halnya gula yang memiliki pesona manis, dalam diri wanita pun tersimpan pesona yang begitu indah nan memukau yang bila ia dibiarkan terbuka akan mengundang datangnya sembarang lelaki.

Sayangnya, gula cuma benda mati sehingga ia tidak bisa memberontak atau mempertahankan diri bila dikeroyoki semut. Semut pun meski tergolong makhluk hidup namun ia tidak dianugerahi akal serupa manusia. Semut hanya mengikuti instingnya saja tanpa peduli boleh tidaknya mencicipi manisnya gula yang bukan miliknya.

Sedangkan lelaki dan wanita adalah sama-sama makhluk hidup dan juga sama-sama memiliki akal, yang dengan akalnya itulah mereka seharusnya mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Wanita yang berakal tentu tidak akan membuka dirinya sendiri. Membuka diri yang saya maksud di sini adalah menampakkan aurat dengan berpakaian seksi, bersikap tabbaruj (berhias demi menarik perhatian kaum adam) serta membiarkan dirinya didekati dan disentuh oleh para lelaki. Karena ia tahu perbuatan membuka diri adalah perbuatan yang salah. Lelaki yang berakal pun akan berusaha menahan godaan untuk tidak menyentuh wanita yang bukan mahramnya, karena ia tahu bahwa perbuatan menyentuh sesuatu yang bukan miliknya adalah menyimpang dari kebenaran.

Namun ternyata, memiliki akal saja belum cukup menjamin lelaki dan wanita dapat selamat dari perkara keji yang menjerumuskan ke dalam lembah kemaksiatan. Ilmu harus disertai dengan iman. Maka keimananlah yang dapat menyelamatkan. Sebab, seseorang tidak akan melakukan perbuatan keji sedang ia dalam keadaan beriman.

Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang pezina ketika berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah seorang pencuri ketika mencuri itu dalam keadaan beriman dan tidaklah seorang peminum khamr itu ketika meminumnya dalam keadaan beriman" (HR Bukhari)

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW juga bersabda, "Apabila seorang lelaki berzina, keimanan akan keluar dari (hati)nya dan iman itu bagaikan tenda baginya, apabila dia mencabutnya (dosanya) dengan taubat dan meminta ampunan, maka keimanan itu akan kembali lagi kepadanya" (HR Abu Dawud)

Sebagaimana kisah nabi Yusuf as yang berhasil terlepas dari godaan Zulaikha, majikannya yang merupakan wanita cantik dan juga kaya raya. Jika bukan karena iman yang terpatri kuat dalam hati mana mungkinlah seorang nabi Yusuf as terlepas dari jeratan Zulaikha dan dapat berkata seperti ini: “"Ya Allah, lebih baik hamba dipenjara daripada harus bermaksiat kepada-Mu."

Maka pantaslah Allah Azza Wa jalla menggolongkan seorang lelaki yang apabila dirayu oleh wanita bangsawan (kaya) lagi rupawan (cantik) maka ia berkata ; "sesungguhnya saya Takut kepada Allah" ke dalam salah satu dari tujuh golongan yang akan dinaungi pada hari dimana tiada naungan selain naungan-Nya. Oleh sebab wanita adalah cobaan terberat sekaligus paling membahayakan bagi para lelaki. Buktinya, lihatlah di sekeliling; betapa banyak lelaki di luaran sana yang telah terjerumus dalam kubangan kemaksiatan karena (fitnah) para wanita.

Sampai di sini, mungkin sudah jelas, akar permasalahan utama timbulnya perzinahan bersumber dari wanita. Apabila wanita pandai menjaga izzah, tidak asal tebar pesona, tidak sufur maupun tabbaruj atau sengaja memamerkan/menampakkan wajah dan postur tubuhnya kepada yang bukan mahramnya mengingat semua yang ada pada dirinya adalah fitnah paling berbahaya bagi kaum lelaki, maka insya Allah kasus-kasus semacam kekerasan seksual, hamil di luar nikah dan aborsi pun tidak akan sampai merajalela dimana-mana.

Saya tetiba jadi berpikir seperti ini; meskipun wanita dikatakan sebagai sumber fitnah terbesar bagi lelaki, sekaligus menjadi akar dari timbulnya perzinahan namun bukan berarti kesalahan patut dilimpahkan sepenuhnya kepada mereka. Baiklah, sekarang saya tidak akan lagi berpihak pada keduanya, baik lelaki maupun wanita. Tetapi saya ingin katakan seperti ini. Betapa sempurnanya Islam. Betapa Allah sangat memuliakan kaum wanita. Ia menurunkan perintah mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh (Al-Ahzab : 59) dan menutup kain kudung ke dada (An-Nur : 31) hanya khusus kepada kaum wanita. Dan karena semua yang melekat pada diri wanita adalah fitnah maka Allah mewajibkan setiap wanita muslimah yang sudah baligh untuk berhijab atau menutupi aurat mereka yang hampir meliputi seluruh tubuh (kecuali wajah dan telapak tangan). Yang dengan hijabnya itulah seorang wanita akan senantiasa terlindungi dan terjaga izzahnya. Sebaliknya, perintah berhijab itu juga mendatangkan rasa aman bagi kaum lelaki. Karena setidaknya, dengan berhijabnya seorang wanita maka berkurang pulalah beban lelaki dalam menghadapi cobaan paling membahayakan mereka yakni fitnah (wanita).

Sebaliknya, perintah menudukkan pandangan Allah turunkan tidak hanya dikhususkan bagi kaum lelaki saja atau wanita saja. Tetapi bagi keduanya. Mungkin karena hal demikian sehingga si lelaki itu sengaja mengirimkan pesan tersebut kepada saya. Sebagai lelaki muslim wajarlah kiranya bila ia senantiasa berusaha menundukkan pandangan dalam artian tidak ingin jatuh terpesona pada keindahan wanita yang bukan mahramnya. Namun bagaimana lelaki itu kuasa menundukkan pandangannya bila banyaknya foto wanita yang cantik-cantik dengan gaya yang memukau dan senyuman yang manis berceceran di dunia maya. Tidakkah wanita juga mempunyai kewajiban yang sama untuk menundukkan pandangan, baik di nyata maupun maya. Yakni, dengan tidak mempertontonkan bentuk tubuhnya dan memamerkan wajahnya yang dapat menarik perhatian lelaki asing.

Maka di sinilah letak kesalahannya, sebagai wanita muslimah, tidak seharusnya diri menampakkan apa yang bisa menarik perhatian lawan jenisnya, apalagi bila memang niatan memajang foto diri agar bisa dilihat dan dipuji orang banyak. Kalaupun belum bisa menjaga pandangan, tidakkah cukup dengan membantu saudara-saudara (lelaki) di maya untuk menundukkan pandangannya, dengan tidak lagi memajang foto yang dapat menggoda, menyadari betapa berbahayanya (fitnah) diri bagi mereka

Tapi kan cuma di dunia maya?

Dunia maya ya dunia maya. Dunia nyata ya dunia nyata. Dulu, iya, di awal-awal baru mengenal internet saya sempat berpikiran semacam itu. Memisahkan dunia maya dan dunia nyata. Menganggap dunia maya tidak terkait dengan dunia nyata. Tetapi, sekarang saya mendapati dunia maya telah menyatu dengan dunia nyata. Toh, baik dunia maya maupun dunia nyata sama saja, sama-sama masih berinteraksi di dunia. Bedanya, hanya tidak berinteraksi secara langsung. Itu saja, kan?

Nah, belakangan kemarin saya sempat kaget dengan beberapa pemberitaan media sosial terkait orang-orang yang karena sembarang update status di dunia maya, entah itu karena menghina suatu daerah, menjelek-jelekkan kepala negara atau karena curhat tentang gurunya sehingga mereka sampai diseret ke ranah hukum. Bahkan ada yang sampai di penjara. Padahal, kan cuma dunia maya?

Dunia maya sendiri baru berkembang pesat di negeri ini setelah memasuki tahun 2000-an. Malahan di tahun 2010, saat saya baru memesiunkan seragam putih-biru pesatnya belum sampai seheboh sekarang. Setidaknya belum ada aturan, hukum dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat dunia maya. Sejauh ini yang diperketat hanya situs-situs yang berbau pornografi dan pornoaksi, meski begitu masih banyak ditemukan anak-anak di bawah umur yang bebas mengakses situs tersebut. Anehnya, dari sekian banyak situs berbau porno yang masih bebas diakses oleh masyarakat luas, pemerintah(menkominfo dan BNPT) malah memblokir beberapa situs islam yang katanya radikal dengan alasan khawatir beberapa konten yang dimuat dapat memengaruhi pemikiran kawula muda.

Sampai di sini, saya tidak ingin membahas lebih jauh terkait dunia maya, mengingat catatan ini sudah lumayan panjang. Namun saat menyinggungnya, saya baru tersentak akan satu hal; ternyata tugas syaitan jaman sekarang tidak hanya menggoda manusia di dunia nyata melainkan juga di dunia maya. Mungkin tanpa disadari, fitnah (wanita) di dunia maya boleh jadi lebih berbahaya daripada dunia nyata. Terlebih, di dunia maya kan belum ada aturan-aturan pasti dan hukum tetap yang berlaku. Sehingga orang-orang masih bebas berekspresi, berbuat sesukanya, diam-diam tanpa malu-malu. Maka, sebagai seorang muslimah tidakkah sebaiknya lebih berwaspada. Walau memang cuma di dunia maya, namun bukan berarti tidak ada fitnah di sana. Orang-orang bahkan sebenarnya lebih berani unjuk muka di dunia maya daripada dunia nyata.

Awalnya sih dari pertemanan biasa di salah satu jejaring sosial. Si cewek rupanya hobi banget upload foto-foto dirinya yang memesona di facebook. Gegara foto-fotonya yang begitu menggoda, kepincutlah si cowok. Maka demi ngegaet perhatian si cewek, si cowok mulai mengeluarkan jurus pedekate. Mulai dari memberi jempol setiap kali si cewek update status atau upload gambar, juga tidak pernah ketinggalan meninggalkan komentar, sok kenal sok akrab gitu. Duh, cewek siapa sih yang gak suka status atau gambarnya dilike dan dikomentarin. Mulai ke-GR-an lah si cewek. Suatu hari si cowok pun memberanikan diri menyapa si cewek lewat inbox dan si cewek karena sudah ke-GR-an lebih dulu dengan senang hati membalas sapaan tersebut. Mereka lalu berkenalan. Kemudian hari-hari berikutnya mereka jadi keseringan ngobrol via inbox FB. Entah itu sekadar bertanya kabar atau berbincang basa-basi. Lama-lama semakin akrablah mereka di dunia maya. Sampai akhirnya si cowok ngajakin ketemuan di dunia nyata dan si ceweknya tanpa pikir panjang mau-mau aja ketemu sama cowok yang belum pernah ia temui dan baru dikenalnya beberapa waktu lalu di dunia maya. Mending, kalau si cowok yang ngajak ketemuan itu adalah cowok yang baik-baik, lha bagaimana kalau tidak?

Akhirnya, sudah banyak kan kasus kriminal baik itu penipuan maupun tindak kekerasan yang bermula dari dunia maya? Remaja yang di culik oleh teman mayanya? Ada, banyak. Wanita yang diperkosa oleh lelaki yang dikenalnya melalui FB? Tidak sedikit. Seseorang yang akhirnya bunuh diri atau membunuh kekasih mayanya hanya gegara wajah yang dikenalinya lewat foto di jejaring sosial tak sama dengan aslinya? Juga ada.

So, masih mau bilang cuma dunia maya? Padahal dunia maya boleh jadi adalah cerminanmu lho di dunia nyata, wahai muslimah. Entah itu, asli, palsu atau sekadar pencitraan. Hanya dirimu dan Allah-lah yang tahu hatimu. Maka biarkan hati tersinggung dengan sabda sentilan Rasulullah saw ini ; Kalau kau tak punya malu, berbuatlah sesukamu, agar tak sampai diri kehilangan HAYa-nya.

Juga tidak menampakkan aurat kok?

Saya pertama kali menutup aurat ketika baru duduk di bangku kelas VII SMP. Kala itu, wanita-wanita yang menutup auratnya di daerah tempat tinggal saya masih bisa dihitung dengan jari. Siswi yang berkerudung di sekolah saya pun masih sangat sedikit, tidak lebih dari lima orang.

Sekarang, setelah sebelas tahun berlalu, masya Allah, perubahan itu sedemikian cepat. Saya bahagia ketika mendapati orang-orang di sekitar saya banyak yang telah memanjangkan pakaiannya dan menutupi mahkota yang ada di kepalanya. Teman-teman wanita saya yang dulunya sebagian besar membiarkan rambutnya tergerai bebas dan pakaianya minim-minim pun alhamdulillah sekarang rata-rata sudah pada berhijab. Malah banyak yang cara berjilbannya lebih rapi, lebih modis dan lebih tertutup daripada saya.

Sebaliknya, saya merasa sangat sedih ketika melihat teman wanita saya yang dulunya berhijab sekarang lebih memilih menampakkan auratnya. Perasaan sedih itu juga yang menyeruak ketika mendapati diri saya yang sudah bertahun-tahun berhijab namun belum paham benar hakikat dari hijab itu sendiri.

Nyatanya, lamanya berhijab bukanlah menjadi penentu paling berimannya seseorang. Saya butuh waktu sepuluh tahun lebih untuk benar-benar paham akan hal ini. Paham, bahwa hijab bukan sekadar kewajiban. Bukan sekadar busana. Bukan sekadar penutup . Tetapi ia adalah suatu bentuk komitmen diri, dari seorang hamba kepada Tuhan-Nya. Sehingga, ketika seseorang memutuskan berhijab maka bukan cuma hijabnya yang berfungsi menjaga dan melindungi dirinya namun ia pun harus menjaga dan melindungi hijabnya. Inilah yang tidak saya pahami dari awal :') Selama kurang lebih sepuluh tahun, busana yang diperintahkan Allah ini telah melindungi dan menjaga saya dengan sangat baik sebaliknya saya tidak pernah benar-benar menjaga dan melindunginya dengan baik, dengan iman, dengan ibadah, dengan sikap, dengan perangai, dengan akhlak, dengan kecintaan, dengan dzikir, dengan syukur, dengan berbagi, dengan kepatuhan, dengan menundukkan pandangan, dengan menjaga kemaluan, dengan meninggalkan perkara-perkara syubhat, dengan menuntut ilmu, dengan senantiasa menjaga HATI, dsb

Akibatnya, bila seseorang tidak turut menjaga dan melindungi jilbabnya maka mungkin layaknya persis seperti orang yang shalat tanpa khusyuk. Padahal ruhnya shalat adalah khusyuk maka ruhnya hijab adalah akhlak dari pemakainya. Sebab, hijab hanyalah benda mati yang benar-benar baru akan berfungsi ketika pemakainya paham benar. Hijab adalah bukti nyata cinta-Nya Allah kepada wanita dan hijab adalah bentuk kepatuhan wanita pada Tuhan-Nya.

Bukanlah hijab yang sebenarnya memuliakan, tetapi Allah. Bukanlah hijab yang sebenarnya melindungi, tetapi Allah. Bukanlah hijab yang sebenarnya menjaga, tetapi Allah. HIJAB hanyalah sebagai perantara Allah untuk memuliakan, melindungi, menjaga sekaligus membedakan wanita muslimah dengan wanita musyrik maupun kafir. Maka, sesungguhnya esensi dari HIJAB bukanlah pakaian luar yang tampak kasat mata melainkan pakaian dalam yang tersembunyi yang hanya Allah Azza wa jalla yang tahu. Bukankah sebaik-baik pakaian adalah TAKWA?

Rasululah saw bersabda; Sesungguhnya TAKWA itu adanya di sini (beliau menunjuk dadanya sampai tiga kali) HR. Muslim. Maksudnya yang ada di dalam dada, yakni; HATI.

Dalam hadis yang lain beliau juga bersabda ; "Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan rupa dan harta yang kalian miliki. Tetapi Allah melihat hati dan amalan kalian (HR. Muslim)

Tentu, semua wanita yang ber-TAKWA pasti akan ber-HIJAB namun tidak semua wanita ber-HIJAB adalah wanita yang ber-TAKWA.

Jadi, usah heran bila melihat banyak wanita muslimah sekarang yang alhamdulillah sudah menutup aurat namun belum maksimal, apalagi bagi yang memutuskan berhijab hanya karena ikut-ikutan trend fashion hijab stylish. Tetapi itu bukan masalah, malah merupakan langkah awal yang bagus. Setiap pemahaman kan butuh proses. Ada yang prosesnya lambat, ada yang cepat dan ada juga yang lama. Nikmati saja dulu proses tersebut sambil terus berikhtiar dengan mencari ilmunya dan tak henti meminta pada Allah agar diberi pemahaman yang mendalam mengenai hakikat HIJAB.

Nah, terkait persoalan memajang foto diri sendiri di FB maupun di media sosial lainnya, sekalipun tidak menampakkan aurat alias sudah tertutupi hijab maka saya ingin menanggapinya dengan bertanya terlebih dahulu pada hati.

Sudah benarkah? Apakah tidak akan menimbulkan fitnah nantinya? Bagaimana bila foto wajah saya menarik perhatian lelaki asing yang melihatnya? Sebenarnya sih wajah saya kalau menurut orang lain gak cantik-cantik amat, sedang-sedang saja jadi kalaupun foto diri saya gak sampai menimbulkan fitnah atau mengundang perhatian lelaki maka saya akan sangat bersyukur. Namun, sebagai muslimah saya harus tetap berwaspada. Seperti yang sudah saya jelaskan sedikit di catatan Ada Apa dengan Selfie bahwa yang dikhawatirkan dari seseorang yang berfoto baik selfie maupun difoto orang lain adalah timbulnya penyakit hati, yakni ujub, riya dan takabbur.

Apakah sudah yakin nih, dengan mengupload foto berhijab di FB maupun jejaring sosial lainnya tidak akan memunculkan ketiga penyakit hati tersebut? Kalau yakin, ya silahkan, sah-sah saja. Kalau saya sih gak yakin, apalagi setelah menyadari gak ada gunanya pajang foto yang menampakkan wajah saya. Apalagi selama ini foto yang saya pajang di media sosial adalah foto-foto yang memang sudah dipilah pilih sebelumnya. Dari dulu saya memang tidak pernah berani mengupload hasil foto diri yang saya anggap jelek ke media sosial. Artinya, benar kan? Memang niatnya cuma biar dilihat banyak orang :( __

Bahkan bukan cuma foto menampakkan wajah, belakangan ini saya juga mulai terusik dengan foto-foto diri yang sengaja diambil dari belakang atau samping dan hanya menampakkan jilbab saya yang menjuntai. Foto macam itu insya Allah memang tidak akan menimbulkan fitnah bagi lelaki, tetapi bagaimana dengan hati saya?

~

Allah, jauhkanlah saya dari segala penyakit hati yang semacam itu. Saya tidak ingin terjerembab dalam kubangan dosa yang tidak saya sadari. Saat menulis catatan ini pun, hati saya kerapkali diselimuti kekhawatiran. Di satu sisi diri merasa masih belum pantas namun di sisi lain tiada maksud selain menjadikan catatan ini sebagai media untuk menasihati dan menginstropeksi diri sendiri sekaligus hanya ingin berbagi kebaikan.

Adapun sebagian besar tulisan dalam catatan ini adalah opini saya pribadi berdasarkan apa yang pernah saya baca, nonton, lihat, dengar dan rasakan, dengan menyelipkan untaian nasehat kepada kaum wanita yang sengaja saya copas dari pesan yang pernah dikirimkan seseorang kepada saya serta mengutip beberapa firman Allah Azza Wa Jalla dan sabda Rasulullah saw yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadis.

Akhirnya, segala pilihan kembali pada diri. Setiap orang berhak menentukan pilihan, namun kalau boleh saya menyarankan, pilihlah yang terbaik. Sesuai kata hati. Jangan hanya menuruti nafsu. Entah masih ingin pajang foto di FB maupun media sosial lainnya atau tidak, itu adalah hak masing-masing individu. Sepeti kalimat tertera dalam pesan di atas yang sengaja saya kutip kembali di sini ; ITU HAK SAUDARIKU, MUSLIMAH. KAMI HANYA IKUT MENYAMPAIKAN.

Sesungguhnya segala kesempurnaan itu hanya milik Allah Azza Wa Jalla dan segala kekeliruan maupun kesalahan yang terpoles dalam catan ini semata-mata adalah karena kesalahan saya pribadi.

Wallahu a'lam bisshawab

Serui, 12 April 2014.
posted from Bloggeroid

Posting Komentar untuk "Yuk Foto Diri dengan Bermuhasabah "